Suatu hari yang indah
didaerah Mancan , Sibetan Karangasem, pada sebuah areal kebun disamping rumah
kayu yang asri nampak beberapa motor custom seperti Chopper,Japstyel,bobber dan
lainnya terparkir gaya diantara tumbuh suburnya beberapa pohon enau yang rukun
berdampingan dengan pohon pisang dan pepohonan lainnya yang dilengkapi
dengan terdengar suara burung dan nyaringnya khas suara serangga.
Dan seoarang biker pentolan
dari Kuda Besi MC sang pemilik kebun tersebut sedang menaiki salah satu pohon
enau lewat tangga bambu yang menempel di batang pohon tersebut untuk
melihat pasokan cairan hasil sadapan air bunga dari pohon enau yang mulai
terisi pada pipa bamboo penampungannya.
Yess itulah bahan
baku utama minuman tuak yang telah tersaji indah dibalcony rumah kayu tersebut
bertemakan aneka lagaran sate dan lawar untuk menjamu biker sejawatnya
dari unit Rock N Roll Riders yang ride untuk mengisi hari Liburnya yang cerah.
Sambil menikmati kuat
dan kentalnya rasa alcohol dari minuman tuak dalam gelas bambu yang bergilir
dan berpindah dari satu tangan ke tangan lainnya dan juga aneka
lagaran yang tersaji, dan menikmati alunan lagu nan merdu dan petikan gitar salah
satu biker diantara suara serangga hutan tsb. Kamipun mendengar obrolan dan
diskusi yang asik dan salah satunya membahas tentang minuman khas Karangasem
tersebut.
Seperti yang
diceritakan oleh sang biker empunya dari kebun tuak jake tersebut serta dikutip
dari beberapa sumber, bahwa proses membuat tuak jake ini cukup memakan waktu
yang lama, bisa sampai 21 hari. Dimulai dari ngayunan, bunga jake diayun-ayun
sampai satu jam. Kemudian dilanjutkan dengan proses notok, batang bunga jake
dipukul-pukul berulang-ulang setiap hari selama satu jam dan berlangsung sampai
dua minggu. Setelah dirasa cukup umur, maka dilanjutkan dengan nimpagang,
mengiris batang bunga dan mengecek ada air atau tidak pada bunga jake itu.
Kemudian dilanjutkan
dengan nadah, batang bunga jake disadap dengan brengkong, wadah yang dibuat
dari pelepah pohon pinang. Satu batang bunga jake bisa menghasilkan satu
brengkong setiap kali menurunkan tuak yang dilakukan dua kali dalam sehari,
yakni pagi dan sore. Kalau lagi untung dalam sehari bisa mendapatkan dua
jerigen (isi 8 botol) tuak. Dan satu pohon jake bisa menghasilkan tuak hingga
tiga bulan. Pada prinsipnya proses mencari tuak nyuh dan ental hampir sama
dengan tuak jake.
Tuak yang baru turun
dari pohonnya akan terasa manis. Maka untuk membuat rasanya lebih gurih, tuak
dicampur dengan ramuan khusus yang disebut lau. Secara umum lau berpengaruh
pada rasa dan kadar alkohol tuak. Lau yang paling bagus diolah dari babakan
(serbuk) kayu pohon kutat dicampur dengan serbuk kulit pohon cabe tabia bun.
Kalau cara mengolah lau kurang pas, maka tuak akan terasa kecing atau masam.
Berbeda dengan arak,
tuak tidak berumur panjang. Tuak paling enak diminum ketika baru diturunkan
dari pohonnya. Orang Karangasem mengenal rasa tuak yang nasak badung, rasanya
lebih tawar dan agak masam, namun masih bisa diminum. Ada tuak yang rasanya
lebih netral, tidak terlalu tua dan tidak terlalu masam, dan masih enak untuk
diminum. Tuak jenis ini disebut semedah. Tuak wayah adalah tuak yang telah
tersimpan satu sampai dua hari. Kalau tuak telah tersimpan dua sampai tiga hari
disebut tuak bayu. Dan tuak yang tersimpan lebih dari tiga hari akan menjadi
cuka.
Tuak jake ini memang
lebih terasa enak, bersifat netral, proses dalam tubuh cepat hingga kita yang
mengkonsumsinya merasa sering kepingin kencing dan sangat pas untuk menu
megenjekan dan bersenda gurau dengan para sahabat. Hingga tidaklah mengherankan
kalau Masekepung mengisahkan dalam lagunya kalau Tuak ini adalah Nyawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar